KupasKasus.com, Teluk Kuantan – Lembaga Adat Nagori (LAN) Kuantan Singingi mengeluarkan maklumat resmi yang melarang keras kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) serta pembakaran hutan dan lahan di wilayah adat. Maklumat tersebut diterbitkan sebagai bentuk keprihatinan atas kerusakan lingkungan yang dinilai kian mengkhawatirkan dan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat adat.
Dalam maklumat yang ditetapkan di Teluk Kuantan, Juli 2025, LAN menyampaikan bahwa segala bentuk aktivitas PETI dan penggalian hasil bumi tanpa izin di wilayah adat Rantau Kuantan Singingi dilarang keras. Aktivitas ilegal ini dinilai menyebabkan pencemaran sungai, kerusakan habitat, hingga meningkatkan risiko bencana seperti banjir bandang.
Petuah adat yang dicantumkan dalam maklumat menyebutkan, “Jangan dirusak tanah pusako, jangan dicemar batang air, jika alam sudah marah, anak cucu tidak akan tenteram.” LAN juga menyoroti bahaya pembakaran hutan dan lahan yang berdampak pada hilangnya keanekaragaman hayati, gangguan ekosistem, dan bencana ekologis seperti kabut asap dan pemanasan global.
Pucuk Pimpinan Adat LAN Kuantan Singingi, Drs. H. Suhardiman Amby, MM, yang bergelar Datuk Panglimo Dalam, menyatakan bahwa sanksi adat akan dijatuhkan kepada pelanggar maklumat tersebut, baik individu maupun korporasi.
“Kami akan menjatuhkan sanksi adat kepada siapa pun yang melanggar maklumat ini. Ini bukan sekadar imbauan, ini titah adat,” ujarnya saat dikonfirmasi.
Suhardiman menjelaskan bahwa perusahaan yang terbukti terlibat dalam aktivitas PETI atau pembakaran hutan dapat dikenai sanksi denda adat berupa pemotongan 100 ekor kerbau.
Jika pelaku berasal dari kalangan anak kemenakan, sanksi bisa berupa denda pemotongan kerbau, atau pengusiran dari wilayah adat dalam kasus yang berat.
Maklumat ini berlandaskan pada Ketetapan Adat Kenegerian yang secara turun-temurun menjadi pedoman hidup masyarakat adat di Kuantan Singingi. Selain itu, penguatan terhadap maklumat ini juga memiliki dasar hukum nasional, di antaranya:
Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya”.
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengakui peran serta masyarakat adat dalam menjaga kelestarian lingkungan.
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang memberi ruang pengakuan atas keberadaan desa adat dan hukum adat di dalamnya.
Maklumat tersebut juga menyerukan peran aktif seluruh pemangku adat, termasuk datuk, ninik mamak, serta masyarakat adat untuk mengawasi dan melaporkan setiap pelanggaran kepada pihak berwenang dan lembaga adat.
“Alam takombang jadi guru, jangan dirusak untuk diri sendiri, tanah pusako warisan datuk, jangan pulo jadi tangis anak cucu,” demikian kutipan penutup dari maklumat tersebut.
Maklumat ini ditandatangani oleh Drs. H. Suhardiman Amby, MM, dan berlaku sebagai pedoman adat resmi di wilayah Nagori Kuantan Singingi. (rls)
	
  
    | Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa korupsi dan lain-lainnya/rilis atau ingin pasang Iklan dan berbagi foto?  
      Silakan SMS/WatsApp ke 0852-6599-9456  Via E-mail: [email protected] 
(Mohon Dilampirkan Data Diri Anda) | 
    
    
    
    
	
	
Komentar Anda :