Keadilan Tersandera di Tapung Hulu: Korban Bongkar Kejanggalan, Kuasa Hukum Siap Lawan Balik!
KupasKasus.com, Rokan Hulu - Kasus penganiayaan yang menimpa Firman Alamsyah pada 19 Agustus 2025 kini berubah dari perkara pidana biasa menjadi ujian kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum. Sudah tiga bulan berlalu, namun proses penyidikan di Polres Kampar justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.
Dari enam tersangka, lima telah P21 dan disidangkan, namun satu tersangka, TLG alias T, justru menjadi sosok yang tidak tersentuh.
Firman, yang mengalami langsung brutalnya penganiayaan oleh kelompok yang mengatasnamakan Koperasi TKBM SPTI Desa Kasikan itu, merasa proses hukum berputar hanya untuk formalitas. Kepada awak media, Senin (24/11/2025), suaranya terdengar bukan hanya kecewa, tapi juga marah.
“Kalau T memang punya alibi kuat, kenapa ditetapkan tersangka sejak awal? Kenapa berkasnya dipisah tanpa kabar? Ada sesuatu yang tidak beres,” ucap Firman.
Pemecahan berkas tersangka T dilakukan tanpa pemberitahuan kepada korban, meski Firman adalah pihak yang berhak memperoleh seluruh perkembangan penyidikan sesuai hukum.
Lebih aneh lagi, ketika lima tersangka lainnya dikirim ke persidangan, T justru mendapat penangguhan penahanan. Di atas kertas alasan T berobat bersama istrinya namun korban menyebut narasi itu justru menjadi pintu bagi proses penyidikan yang serba lambat dan tak transparan.
Nama empat pelaku lain sudah masuk Daftar Pencarian Orang (DPO): MS, FS, DS, dan DLG. Namun, alih-alih sembunyi, para pelaku itu disebut masih bebas mondar-mandir di Desa Kasikan.
“Saya lihat sendiri mereka ada di kampung. DPO apa model begini? Masa tidak ditangkap?” kata Firman.
Melihat berlarut-larutnya penanganan, Firman kini didampingi PLBH Merdeka. Sementara itu, Pimpinan PLBH Merdeka, Riko Santoso, SH, tampil dengan pernyataan paling keras sejauh ini.
“Kasus ini penuh kejanggalan. Mulai dari minimnya SP2HP, pemisahan berkas tanpa pemberitahuan, hingga DPO yang tidak ditangkap. Polanya terlalu rapi untuk disebut kebetulan," ujar Riko.
Riko bahkan menyinggung adanya potensi keberpihakan penyidikan terhadap salah satu tersangka.
“Ketika lima tersangka diproses cepat, tapi satu tersangka seolah-olah dilindungi, itu mengundang pertanyaan serius. Kami mencium ada sesuatu yang tidak wajar," bebernya.
PLBH Merdeka memastikan mereka akan bergerak untuk Mengajukan permohonan gelar perkara khusus, Melapor ke Polda Riau bila perlu, Membawa ke Propam atau Kompolnas bila proses terus macet.
“Ini bukan hanya soal Firman. Ini soal integritas penyidikan. Bila ada permainan, kami akan bongkar," tegas Riko.
Sebagai Kuasa Hukum, Riko Santoso, S.H menegaskan dirinya akan mengawal kasus ini sampai akhir.
“Saya tidak menuduh. Saya hanya melihat fakta: ada yang diperlambat, ada yang diulur, ada yang dibiarkan bebas. Saya akan terus kawal sampai keadilan ditegakkan," pungkas Riko.
Kasus ini kini menjadi perhatian luas. Banyak pihak menilai penyidikan Polres Kampar sedang berada di titik kritis: apakah mampu menunjukkan transparansi dan keberanian, atau terseret dalam tudingan keberpihakan?.
Masyarakat kini menunggu jawaban:
Apakah penegakan hukum di Kampar akan bersandar pada aturan, atau tunduk pada kepentingan?.
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa korupsi dan lain-lainnya/rilis atau ingin pasang Iklan dan berbagi foto?
Silakan SMS/WatsApp ke 0852-6599-9456 Via E-mail: [email protected]
(Mohon Dilampirkan Data Diri Anda) |
Komentar Anda :